Senin, 31 Oktober 2011

Recommended (For Study)

Text Book
  • Jensen, John R., 2007, Remote Sensing of the Environment: An Earth Resource Perspective, 2nd Ed., Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 592 pages.
  • Jensen, John R., 2005, Introductory Digital Image Processing, 3rd Ed., Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 526 pages.
Document

Interpretasi Hasil Data Penginderaan Jauh

Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi obyek serta menilai arti pentingnya obyek tersebut. Berikut ini definisi menurut Estes dan Simonett (1975; dalam Sutanto, 1992):


Penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya.

Ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek melalui citra / foto udara, yaitu:
1.Deteksi, ialah pengamatan adanya suatu obyek.
2.Identifikasi, ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup
3.Analisis, Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut mengenai obyek tersebut. 

Deteksi berarti penentuan ada atau tidak adanya sesuatu obyek pada citra, merupakan tahap awal dalam interpretasi citra. Keterangan yang diperoleh pada tahap deteksi bersifat global. Keterangan yang diperoleh pada tahap interpretasi selanjutnya, yaitu pada tahap identifikasi, bersifat setengah rinci. Keterangan rinci diperoleh dari tahap akhir interpretasi, yaitu tahap analisis (Lintz dan Simonett, 1976).

Lo (1976), menyimpulkan pendapat Vink, mengemukakan bahwa pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri atas dua tingkat, yaitu pengenalan obyek melalui proses deteksi dan identifikasi, dan penilaian pentingnya obyek yang telah dikenali tersebut. Tingkat pertama berarti perolehan data, sedang tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data. Komputer hanya bisa melakukan upaya tingkat pertama sedangkan tingkat kedua harus dilakukan oleh orang yang memiliki bekal ilmu pengetahuan cukup memadai pada disiplin tertentu.



Sumber:
http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/interpretasi-hasil-data-citra.html

Teknik Interpretasi Citra

Teknik adalah alat khusus untuk melaksanakan metode. Teknik dapat pula diartikan sebagai cara melakukan sesuatu secara ilmiah. Teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat atau cara khusus untuk melaksanakan metode penginderaan jauh. Teknik juga merupakan cara untuk melaksanakan sesuatu secara ilmiah. Sesuatu itu tidak lain ialah interpretasi citra. Bahwa interpretasi citra dilakukan secara ilmiah, kiranya tidak perlu diragukan lagi. Interpretasi citra dilakukan dengan metode dan teknik tertentu, berlandaskan teori tertentu pula. Mungkin kadang-kadang ada orang yang menyebutnya sebagai dugaan, akan tetapi berupa dugaan ilmiah (scientific guess)

Teknik interpretasi citra antara lain dengan:

1. DATA ACUAN
Citra menyajikan gambaran lengkap yang mirip ujud dan letak sebenarnya. Kemiripan ujud ini memudahkan pengenalannya pada citra, sedang kelengkapan gambarannya memungkinkan penggunaannya oleh beragam pakar untuk beragam keperluan. Meskipun demikian, masih diperlukan data lain untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi dan untuk menambah data yang diperlukan, tetapi tidak diperoleh dari citra. Data ini disebut data acuan yang dapat berupa pustaka, pengkuran, analisis laboratorium, peta, kerja lapangan, foto terrestrial maupun foto udara selain citra yang digunakan. Data acuan dapat berupa tabel statistik tentang meteorologi atau tentang penggunaan lahan yang dikumpulkan oleh perorangan maupun oleh instansi pemerintah. Penggunaan data acuan yang ada akan meningkatkan ketelitian hasil interpretasi yang akan memperjelas lingkup, tujuan, dan masalah sehubungan dengan proyek tertentu.

Meskipun citra menyajikan gambaran lengkap, pada umumnya masih diperlukan pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk menguji atau meyakinkan kebenaran hasil interpretasi citra bagi obyek yang perlu diuji. Pekerjaan ini disebut uji medan (field check) yang terutama digunakan di beberapa tempat yang interpretasinya meragukan. Karena uji medan dapat dilakukan pada tempat-tempat yang mudah dicapai untuk mewakili perujudan sama yang terletak di tempat yang jauh dari jalan, untuk obyek yang tidak meragukan interpretasinya pun sebaiknya dilakukan pula kebenarannya. Karena dapat diambil tempat yang mudah dicapai, pekerjaan ini pada umumnya tidak menambah waktu, tenaga, dan biaya yang berarti, akan tetapi keandalan hasil interpretasinya jadi meningkat cukup berarti.

Jumlah pekerjaan medan yang diperlukan di dalam interpretasi citra sangat beraneka dan bergantung pada (a) kualitas citra yang meliputi skala, resolusi, dan informasi yang harus diinterpretasi, (b) jenis analisis atau interpretasinya, (c) tingkat ketelitian yang diharapkan, baik yang menyangkut penarikan garis batas atau delineasi maupun klasifikasinya, (d) pengalaman penafsir citra dan pengetahuannya tentang sensor, daerah, dan obyek yang harus diinterpretasi, (e) kondisi medan dan kemudahan mencapai daerah, yang untuk alasan tertentu ada daerah yang tidak dapat dijangkau untuk uji medan, dan (f) ketersediaan data acuan.

Untuk verifikasi hasil interpretasi citra sering harus dilakukan cara sampling dalam pekerjaan medan. Untuk ini perlu dipertimbangkan sampling mana yang terbaik dan kemudian merancang strategi sampling yang cocok. Pada umumnya dipilih sampling multitingkat untuk perkiraan tepat terhadap parameter lingkungan.

Seperti pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk maksud ganda, data acuan pun bermanfaat ganda pula yaitu untuk :
(a) membantu proses interpretasi dan analisis, dan
(b) verifikasi hasil interpretasi dan analisis.

Van der Meer (1965; dalam Sutanto, 1992) menyatakan pentingnya uji medan. Pekerjaan pemetaan tanah memerlukan penentuan jenis tanah di tiap tempat dan delineasi batasnya. Penentuan jenis tanah meliputi 15% - 20% volume pekerjaan, sedang delineasi jenis tanah meliputi 80% - 85% volume pekerjaan. Penentuan jenis tanah tetap dilakukan di medan dan di laboratorium, tetapi delineasi batas jenis tanahnya dapat dilakukan pada foto udara berdasarkan pada agihan lereng, vegetasi, dan perujudan lain yang sering erat kaitannya dengan pola agihan jenis tanah.

Contoh lain, di dalam pemetaan penggunaan lahan pun diperlukan gabungan antara interpretasi citra dan pekerjaan terrestrial. Untuk ketelitiannya, tidak ada cara yang menyamai apalagi melebihi pekerjaan terrestrial. Perlu dicamkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan terrestrial di dalam pemetaan penggunaan lahan yaitu pekerjaan medan untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan, mengukur lokasi, bentangan, luasnya serta menggambarkannya pada peta dasar yang andal ketelitiannya. Masalah akan segera timbul bagi wilayah seperti Indonesia yaitu tidak tersedianya peta andal untuk tiap daerah, dan tidak dimungkinkannya untuk menjangkau tiap jenis penggunaan lahan, mengukurnya, dan memasukannya ke dalam peta untuk daerah kita yang luas ini. Pekerjaan itu mungkin memerlukan waktu beberapa dasawarsa untuk menyelesaikannya bila seluruh armada yang bersangkutan dikerahkan ke medan. Waktunya terlalu lama di samping biayanya yang sangat tinggi. Pekerjaan ini dapat dipercepat dengan mendeteksi tiap jenis penggunaan lahan berdasarkan citra. Untuk meyakinkan kebenaran hasil interpretasinya, diterjunkan sebagian kecil armada pemetaan penggunaan lahan ke beberapa tempat. Paduan pekerjaan medan dan interpretasi citra ini akan mempercepat pemetaan penggunaan lahan dan menyusutkan biaya pelaksanaannya.


2. KUNCI INTERPRETASI CITRA
Kunci interpretasi citra pada umumnya berupa potongan citra yang telah diinterpretasi serta diyakinkan kebenarannya, dan diberi keterangan seperlunya. Keterangan ini meliputi jenis obyek yang digambarkan, unsur interpretasinya, dan keterangan tentang citra yang menyangkut jenis, skala, saat perekaman, dan lokasi daerahnya. Kunci interpretasi citra dimaksudkan sebagai pedoman dalam melaksanakan interpretasi citra, dapat berupa kunci interpretasi citra secara individual maupun berupa kumpulannya. Kunci interpretasi citra dibedakan atas dasar ruang lingkupnya dan atas dasar lainnya.

1. Atas dasar ruang lingkupnya
Berdasarkan ruang lingkupnya, kunci interpretasi citra dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
   a) Kunci individual (item key), yaitu kunci interpretasi citra yang digunakan untuk obyek atau kondisi individual. Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman karet.
   b) Kunci subyek (subject key), yaitu himpunan kunci individual yang digunakan untuk identifikasi obyek-obyek atau kondisi penting dalam suatu subyek atau kategori tertentu. Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman perkebunan.
   c) Kunci regional (regional key), yaitu himpunan kunci individual atau kunci subyek untuk identifikasi obyek-obyek atau kondisi suatu wilayah tertentu. Wilayah ini dapat berupa daerah aliran sungai, wilayah administratif atau wilayah lainnya.
   d) Kunci analog (anlogues key) ialah kunci subyek atau kunci regional untuk daerah yang terjangkau secara terrestrial tetapi dipersiapkan untuk daerah lain yang tak terjangkau secara terrestrial. Misalnya digunakan kunci interpretasi hutan Kalimantan untuk interpretasi hutan di Irian Jaya. Cara ini tidak dianjurkan, kecuali di dalam keadaan darurat.

2. Atas Dasar Lainnya
Di samping berdasarkan linmgkupnya, kunci interpretasi citra sering dibedakan dengan beraneka dasar. Salah satu dasar pembeda lainnya ialah pada karakter dasar atau karakter intrinsiknya. Berdasarkan karakter intrinsiknya ini maka kunci interpretasi citra dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
   a) Kunci langsung (direct key), yaitu kunci interpretasi citra yang disiapkan untuk obyek atau kondisi yang tampak langsung pada citra, misalnya bentuk lahan dan pola aliran permukaan.
   b) Kunci asosiatif (associative key), yaitu kunci interpretasi citra yang terutama digunakan untuk deduksi informasi yang tidak tampak langsung pada citra, misalnya tingkat erosi dan kepadatan penduduk.

Kunci interpretasi citra sebaiknya digunakan untuk daerah tertentu saja, yaitu yang dibuat untuk daerah A tidak seyogyanya diterapkan begitu saja untuk daerah B kecuali untuk kunci analog.


3. PENANGANAN DATA
Citra dapat berbentuk kertas cetakan atau transparansi yang juga semakin banyak digunakan. Transparansi dapat berujud lembaran tunggal maupun gulungan. Dalam menanganinya perlu berhati-hati jangan sampai menimbulkan goresan atau bahkan penghapusan padanya. Untuk transparansi gulungan lebih mudah penanganannya, akan tetapi terhadap yang lembaran perlu lebih berhati-hati, baik lembaran transparansi maupun lembaran kertas cetak.

Banyak citra beragam jenis, skala, atau saat perekaman digunakan secara bersamaan untuk meningkatkan hasil interpretasinya. Dengan demikian sering banyak citra yang dihadapi oleh penafsir citra. Penafsir citra yang berpengalaman pun belum tentu memperhatikan cara penanganan data, karena ia mungkin lebih tertarik pada interpretasinya. Hal demikian tentu saja tidak baik untuk kemudahan dalam menyimpan dan mencari kembali, dan untuk keawetan citra.

Cara sederhana untuk mengatur citra dengan baik ialah
(1) menyusun citra tiap satuan perekaman atau pemotretan secara numerik dan menghadap ke atas,
(2) mengurutkan tumpukan citra sesuai dengan urutan interpretasi yang akan dilaksanakan dan meletakkan kertas penyekat di antaranya,
(3) meletakkan tumpukan citra sedemikian sehingga jalur terbang membentang dari kiri ke kanan terhadap arah pengamat, sedapat mungkin dengan arah bayangan mengarah ke pengamat,
(4) meletakkan citra yang akan digunakan sebagai pembanding sebelah-menyebelah dengan yang akan diinterpretasi, dan (5) pada saat citra dikaji, tumpukan menghadap ke bawah dalam urutannya (Sutanto, 1992).


4. PENGAMATAN STREREOSKOPIK
Pengamatan stereoskopik pada pasangan citra yang bertampalan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional bagi jenis citra tertentu. Citra yang telah lama dikembangkan untuk pengamatan stereoskopik ialah foto udara. Citra jenis ini dapat digunakan untuk mengukur beda tinggi dan tinggi obyek bila diketahui tinggi salah satu titik yang tergambar pada foto. Disamping itu juga dapat diukur lerengnya. Perujudan tiga dimensional ini memungkinkan penggunaan foto udara untuk membuat peta kontur. Disamping foto udara, dari pasangan citra radar atau citra lain yang bertampalan juga dapat ditimbulkan perujudan tiga dimensional bila diamati dengan stereoskop.

Syarat pengamatan stereoskopik antara lain adanya daerah yang bertampalan dan adanya paralaks pada daerah yang bertampalan. Paralaks ialah perubahan letak obyek pada citra terhadap titik atau sistem acuan. Pada umumnya disebabkan oleh perubahan letak titik pengamatan (Wolf, 1983). Titik pengmatan ini berupa tempat pemotretan. Pertampalan pada foto udara berupa pertampalan depan (endlap) dan pertampalan samping (sidelap). Paralaks yang terjadi karena titik pengamatan 1 dan 2 disebut paralaks x, yaitu paralaks sejajar jalur terbang. Paralaks lainnya ialah paralaks y, yaitu paralaks yang tegak lurus paralaks x dan disebabkan oleh perubahan tempat kedudukan pada jalur terbang yang berdampingan.

Pada citra radar mulai dikembangkan pengamatan stereoskopik yang mendasarkan pada paralaks y. Pada citra Landsat juga terjadi pertampalan samping dan oleh karenanya terjadi paralaks y. Pertampalan samping ini besarnya beraneka, sesuai dengan letak lintangnya. Pada ekuator maka pertampalan sampingnya 14%, sedangkan pada lintang 80º U dan 80º S meningkat menjadi 85% (Paine, 1981). Pertampalan ini belum dikembangkan untuk pengamatan stereoskopik. Pada citra SPOT yang satelitnya diorbitkan tahun 1986, dikembangkan pengamatan stereoskopik berdasarkan paralaks y.

Karena obyek tampak dengan perujudan tiga dimensional, pengenalannya pada citra lebih mudah dilaksanakan. Di samping itu, pengenalan obyek juga dipermudah oleh dua hal, yaitu:
(a) pembesaran tegak yang memperjelas relief, dan
(b) pembesaran (tegak dan mendatar) bila digunakan binokuler dalam pengamatannya.

Tanpa binokuler, seluruh daerah pertampalan dapat diamati secara stereoskopik.Dengan menggunakan binokuler, obyek diperbesar, tetapi luas daerah pengamatan menyusut. Luas daerah pengamatan berbanding terbalik terhadap kuadrat pembesarannya. Bagi pembesaran tiga kali luas daerah pengamatannya menyusut menjadi sepersembilan luas daerah pertampalan.


5. METODA PENGKAJIAN
Pekerjaan interpretasi citra dimulai dari pengakajian terhadap semua obyek yang sesuai dengan tujuannya. Meskipun demikian, banyak penafsir citra yang lebih suka mulai dengan menyiam seluruh atau sebagian besar daerah yang dikaji, kemudian dilakukan seleksi dan kajian terhadap obyek yang dikehendaki.

Para penafsir citra umumnya sependapat bahwa interpretasi citra sebaiknya mengikuti metodik tertentu, yaitu mulai dari pertimbangan umum yang dilanjutkan ke arah obyek khusus atau dari yang diketahui ke arah yang belum diketahui. Pekerjaan metodik dan interpretasi dari perujudan yang diketahui atau mudah diketahui ke perujudan baru yang belum diketahui atau sukar diketahui merupakan aksioma dalam kegiatan ilmiah. Perujudan umum dapat pula diartikan perujudan regional, sedang perujudan khusus dapat diartikan perujudan lokal. Pengkajian dari umum ke arah khusus dapat dilakukan bila tak ada ‘bias’ antara perujudan umum dan perujudan khusus.

Pada dasarnya ada dua metode pengkajian secara umum, yaitu:

1) Fishing expedition 
Citra menyajikan gambaran lengkap obyek di permukaan bumi. Sebagai akibatnya maka bagi penafsir citra yang kurang berpengalaman sering mengambil data yang lebih banyak dari yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena penafsir citra mengamati seluruh citra dan mengambil datanya seperti orang mencari ikan di dalam air, yaitu menjelajah seluruh daerah. Penggunaan metode ini berarti pengamatan seluruh obyek yang tergambar pada seluruh citra. 
2) Logical search 
Penafsir citra mengamati citra secara menyeluruh tetapi secara selektif hanya mengambil data yang relevan terhadap tujuan interpretasinya. Dengan kata lain diartikan bahwa penafsir citra hanya mengkaji obyek atau daerah secara selektif. Contoh, eksplorasi deposit minyak bumi hanya dicari di daerah endapan marin, khususnya yang berupa daerah berstruktur lipatan.


6. PENERAPAN KONSEP MULTI



Sumber:

Unsur Interpretasi Citra

Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan:

1. Rona atau warna
2. Ukuran 
3. Bentuk 
4. Tekstur 
5. Pola 
6. Tinggi 
7. Bayangan 
8. Situs
9. Asosiasi


RONA DAN WARNA
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.

Warna merupakan ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm, atau (0,6 – 0,7) μm. Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna kuning

Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes et al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.

Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek. Tiap obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.


BENTUK
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.

Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.

Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur yang bentuknya lebih rinci.
Contoh shape atau bentuk luar:
- Bentuk bumi bulat
- Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.

Contoh form atau bentuk rinci:
- Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat berbagai bentuk relief atau bentuk lahan seperti gunungapi, dataran pantai, tanggul alam, dsb.
- Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa himpunan pulau-pulau.

Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memudahkan pengenalan obyek pada citra.

Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk
- Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang
- Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu.
- Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial seperti segi tiga yang alasnya cembung
- Batuan resisten membentuk topografi kasar dengan lereng terjal bila pengikisannya telah berlangsung lanjut
- Bekas meander sungai yang terpotong dapat dikenali sebagai bagian rendah yang berbentuk tapal kuda


UKURAN
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.

Contoh pengenalan obyek berdasarka ukuran:
- Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.
- Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tennis, dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
- Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume kayu bisa ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon.


TEKSTUR
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.

Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
- Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
- Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.
- Permukaan air yang tenang bertekstur halus.


POLA
Pola, tinggi, dan bayangan pada Gambar 1 dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier. Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. 

Contoh:
- Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981).
- Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.
- Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.


BAYANGAN
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.

Contoh:
- Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.
- Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1: 5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
- Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.


SITUS
Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi pada Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. 

Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:
- Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett, 1975). Di dalam pengertian ini, Monkhouse (1974) menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya. Oleh van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.
- Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini oleh van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat terhadap daerah sekitarnya.

Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:
(1) beda tinggi,
(2) kecuraman lereng,
(3) keterbukaan terhadap sinar,
(4) keterbukaan terhadap angin, dan
(5) ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya.

Contoh:
- Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.
- Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.
- Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.


AS0SIASI
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.

Contoh:
- Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
- Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).
- Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya.


Sumber:

Remote Sensing ( Satelite Image Gallery )

Minggu, 30 Oktober 2011

Definisi dan Klasifikasi Citra

Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut Hornby (1974; dalam Sutanto, 1992) yang dapat ditelaah menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya: 

1) Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.
2) Mental pictures or idea, concept of something or someone.
3) Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera. 

Citra penginderaan jauh termasuk dalam pengertian yang ke-tiga menurut Hornby. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Simonett et al. (1983) mengutarakan dua pengertian tentang citra yaitu:
1) The counterpart of an object produced by the reflection or refraction of light when focused by a lens or a mirror.
2) The recorded representation (commonly as a photo image) of object produced by optical, electro-optical, optical mechanical, or electrical means. It is generally used when the EMR emitted or reflected from a scene is not directly recorded on film.

Di dalam Bahasa Inggris ada dua istilah yang masing-masing diterjemahkan dengan citra, yaitu image dan imagery. Berikut ini dikemukakan batasan kedua istilah tersebut menurut Ford (1979; dalam Sutanto, 1992).1) Image is representation of an object or scene; an image is usually a map, picture, or photograph.2) Imagery is visual representation of energy recorded by remote sensing instrument.

Bila kita berpegang pada batasan ini maka penggunaan istilah image bagi citra penginderaan jauh tidak salah, akan tetapi penggunaan istilah imagery akan lebih benar. Berbagai pustaka dalam bahasa Inggris, baik istilah image maupun imagery sama-sama sering digunakan.

Sensor dalam kaitannya dengan penginderaan jauh merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh dapat berupa data digital atau data numerik untuk keperluan analisis menggunakan komputer. Produk lainnya dapat berupa data visual yang umumnya dianalisis secara manual. Data visual dibedakan lebih jauh atas data citra dan data noncitra. Data citra berupa gambaran yang mirip ujud aslinya atau paling tidak berupa gambaran planimetrik. Data noncitra pada umumnya berupa garis atau grafik. Sebagai contoh data noncitra ialah grafik yang mencerminkan beda suhu yang direkam di sepanjang daerah penginderaan. Penginderaan jauh yang tidak menggunakan tenaga elektromagnetik, contoh data noncitra antara lain berupa grafik yang menggambarkan gravitasi maupun daya magnetik di sepanjang daerah penginderaan. Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan citra nonfoto (non photographic image).


1. CITRA FOTO

Citra foto dapat dibedakan berdasarkan 
(1) spektrum elektromagnetik yang digunakan
(2) sumbu kamera
(3) sudut liputan kamera
(4) jenis kamera, 
(5) warna yang digunakan, dan (6) sistem wahana dan penginderaannya

Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
1.Foto ultraviolet, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet. Spektrum ultraviolet yang dapat digunakan untuk pemotretan hingga saat ini ialah spektrum ultraviolet dekat hingga panjang gelombang 0,29 μm.
2.Foto ortokromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 μm – 0,56 μm).
3.Foto pankromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum tampak
4.Foto inframerah asli (true infrared photo), yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum inframerah dekat hingga panjang gelombang 0,9 μm dan hingga 1,2 μm untuk film inframerah dekat yang dibuat secara khusus.
5.Foto inframerah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan spektrum inframerah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan sebagian saluran hijau.

Foto pankromatik merupakan foto yang paling banyak digunakan dalam penginderaan jauh sistem fotografik. Foto ini telah dikembangkan paling lama, harganya lebih murah bila dibandingkan harga foto lain, dan lebih banyak orang yang telah terbiasa menggunakan foto jenis ini.

Sumbu Kamera
Foto udara dapat pula dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi, yaitu:
1.Foto vertikal, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
2.Foto condong, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini umumnya sebesar 10º atau lebih besar. Apabila sudut condongnya berkisar antara 1º - 4º, foto yang dihasilkan masih dapat digolongkan sebagai foto vertikal.

Foto condong dibedakan lebih lanjut menjadi:
a) Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu bila pada foto tampak cakrawalanya.
b) Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu bila cakrawala tidak tergambar pada foto.

Sudut Liputan Kamera
Paine (1981; dalam Sutanto, 1992) membedakan citra foto berdasarkan sudut liputan (angular coverage) kamera menjadi empat jenis:
1. Sudut kecil (narrow angle) dengan sudut <60º
2. Sudut normal (normal angle) dengan sudut 60º - 75º
3. Sudut lebar (wide angle) dengan sudut 75º - 100º
4. Sudut sangat lebar (superwide angle) dengan sudut > 100º

Warna yang digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, foto berwarna dibedakan menjadi:
1.Foto berwarna semu (false color) atau foto inframerah berwarna. Pada foto berwarna semu, warna obyek tidak sama dengan warna foto. Obyek seperti vegetasi yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spektrum inframerah akan tampak merah pada foto.
2.Foto warna asli (true color), yaitu foto pankromatik berwarna.

Sistem Wahana
Ada dua jenis foto yang dibedakan berdasarkan wahana yang digunakan, yaitu:
1.Foto udara, yaitu foto yang dibuat dari pesawat udara atau dari balon.
2.Foto satelit atau foto orbital, yaitu foto yang dibuat dari satelit.


2. CITRA NONFOTO

Citra nonfoto dibedakan berdasarkan: 
(1) spektrum elektromagnetik yang digunakan, 
(2) sensor yang digunakan,
(3) wahana yang digunakan.

Spektrum Elektromagnetik
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan, citra nonfoto dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.Citra inframerah termal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum inframerah termal. Jendela atmosfir yang digunakan ialah saluran dengan panjang gelombang (3,5 – 5,5) μm, (8 – 14) μm, dan sekitar 18 μm. Penginderaan pada jenis spektrum ini mengacu kepada beda suhu obyek dan daya pancarnya yang pada citra tercermin melalui beda rona atau beda warna.
2.Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan, sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu dengan menggunakan sumber tenaga alamiah.

Meskipun citra nonfoto juga ada yang menggunakan spektrum tampak, citra yang dihasilkan tidak disebut citra tampak. Citra tersebut lebih sering disebut berdasarkan sensornya atau wahananya, misalnya citra RBV, citra MSS, dan citra lainnya.

Sensor
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi:
1.Citra tunggal, yaitu citra yang dibuat dengan sensor tunggal.
2.Citra multispektral, yaitu citra yang dibuat dengan saluran jamak. Berbeda dengan citra tunggal yang umumnya dibuat dengan saluran lebar, citra multispektral dibuat dengan saluran sempit. Citra multispektral pada citra Landsat sering dibedakan menjadi:
   a) Citra Return Beam Vidicom atau citra RBV, yaitu citra yang dibuat dengan kamera Return Beam Vidicom pada Landsat-1 dan Landsat-2. Meskipun berupa kamera, hasilnya bukan berupa foto karena detektornya bukan film dan prosesnya bukan fotografik, melainkan elektronik. Jenis ini beroperasi dengan spektrum tampak. Citra RBV pada Landsat-3 bukan lagi berupa citra multispektral, melainkan citra ganda.
   b) Citra Multispectral Scanner atau citra MSS, yaitu citra yang dibuat dengan MSS sebagai sensornya. Sistem ini dapat beroperasi dengan spektrum tampak maupun spektrum lainnya, misalnya spektrum inframerah termal. Di samping citra MSS, Landsat juga ada citra MSS yang dibuat dari pesawat udara.

Wahana
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi:
1. Citra dirgantara (airborne image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi di udara atau dirgantara. Misalnya citra inframerah termal, citra radar, dan citra MSS yang dibuat dari udara. Istilah citra dirgantara jarang sekali digunakan.
2. Citra satelit (satellite/spaceborne image), yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar. Citra satelit dibedakan lebih jauh berdasarkan penggunaan utamanya, yaitu:
a) Citra satelit untuk penginderaan planet, misalnya citra satelit Ranger (AS), citra satelit Viking (AS), citra satelit Luna (Rusia), dan citra satelit Venera (Rusia).
b) Citra satelit untuk penginderaan cuaca, misalnya citra NOAA (AS), dan citra Meteor (Rusia).
c) Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi, misalnya citra Landsat (AS), citra Soyus 


Sumber:

Pengertian Remote Sensing

Remote sensing atau yang lebih dikenal dengan penginderaan jauh adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain). Contoh dari penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca, memonitor janin dengan ultrasonik dan wahana luar angkasa yang memantau planet dari orbit. Definisi Penginderaan Jauh beraneka ragam yang umumnya akan terkait dengan pemanfaatan alat tersebut untuk membantu aktivitas kerja atau penelitian.




Berikut ini beberapa definisi penginderaan jauh yang kami ambil dari buku “Penginderaan Jauh” karya Prof. Dr. Sutanto :
  • Remote sensing is the science and art of obtaining information about an object, area, or phenomenon through the analysis of data acquired by a device that is not in contact with the object, area, or phenomenon under investigations (Lillesand dan Keifer, 1979).
  • Remote Sensing (penginderaan Jauh) adalah Ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu obyek, area, gejala melalui analisis datayang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, area, gejala yang diamati. (Kiefer, 1994)
  • Remote sensing refers to the variety of techniques that have been depeloped for acquisition an analysis of information about the earth. This information is typically in the form of electromagnetic radiation that has either been reflected or emitted from the earth surface (Lindgren, 1985).
Pada umumnya sensor sebagai alat pengindera dipasang pada wahana (platform) berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik, atau wahana lainnya. Obyek yang diindera adalah obyek di permukaan bumi, dirgantara, atau antariksa. Proses penginderaan dilakukan dari jarak jauh sehingga sistem ini disebut sebagai penginderaan jauh. Sensor dipasang pada lokasi yang berada jauh dari obyek yang diindera . Oleh karena itu, agar sistem dapat bekerja diperlukan tenaga yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut. Antara tenaga dan obyek yang diindera terjadi interaksi. Masing-masing obyek memiliki karakteristik tersendiri dalam merespon tenaga yang mengenainya, misalnya air menyerap sinar banyak dan hanya memantulkan sinar sedikit. Sebaliknya, batuan karbonat atau salju menyerap sinar sedikit dan memantulkan sinar lebih banyak. Interaksi antara tenaga dengan obyek direkam oleh sensor. Perekaman menggunakan kamera atau alat perekam lainnya. Hasil rekaman ini disebut data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh harus diterjemahkan menjadi informasi tentang obyek, daerah, atau gejala yang diindera. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data. Penginderaan jauh didefinisikan pula sebagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.


Berbeda dengan Lillesand dan Kiefer yang memandang penginderaan jauh sebagai ilmu dan teknik, Lindgren memandangnya sebagai teknik, yaitu teknik untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Sasaran yang terletak di permukaan bumi tentu saja meliputi sasaran hingga kedalaman tertentu, tidak hanya yang tampak langsung di atasnya. Demikian pula halnya dengan sasaran yang berupa atmosfer. Bulan dan planet lain pun telah menjadi sasaran penginderaan jauh sejak dasawarsa 1960-an.


Sumber :
1. http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/pengertian-penginderaan-jauh.html